Translate

Tuesday, August 24, 2021

Periodisasi masyarakat Indonesia masa praaksara

Dari kehidupan masyarakat zaman praaksara, kita mendapatkan warisan berupa alat- alat dari batu, tulang, kayu, dan logam serta lukisan pada dinding-dinding gua. Masa lampau yang hanya meninggalkan jejak-jejak sejarah tersebut menjadi komponen penting dalam usaha menuliskan sejarah kehidupan manusia. Jejak-jejak tersebut mengandung informasi yang dapat dijadikan bahan penulisan sejarah dan akan disampaikan dari generasi ke generasi berikutnya sampai turun temurun. Jejak sejarah yang histories merupakan jejak sejarah yang menurut para ahli memiliki informasi tentang kejadian-kejadian historis, sehingga dapat dipergunakan untuk penulisan sejarah.

Jejak historis ada dua, yaitu jejak historis berwujud benda dan jejak historis yang berwujud tulisan.Jejak historis berwujud benda merupakan hasil budaya/tradisi di masa kuno, misalnya tradisi zaman Paleolitikum, Mesolitikum, Neolitikum, Megalitikum, dan Perundagian.

a.Tradisi manusia hidup berpindah (zaman Paleolitikum)
Manusia di zaman hidup berpindah termasuk jenis Pithecanthropus. Mereka hidup dari mengumpulkan makanan (food gathering), hidup di gua-gua, masih tampak liar, belum mampu menguasai alam, dan tidak menetap.

Kebudayaan mereka sering disebut kebudayaan Pacitan dan kebudayaan Ngandong. Disebut kebudayaan Pacitan sebab alat-alat budayanya banyak ditemukan di Pacitan (di Pegunungan Sewu Pantai Selatan Jawa) berupa chopper (kapak penetak) disebut juga kapak genggam. Karena masih terbuat dari batu maka disebut stone culture (budaya batu). Alat sejenis juga ditemukan di Parigi (Sulawesi) dan Lahat (Sumatra).

Kebudayaan Ngandong ditemukan di desa Ngandong (daerah Ngawi Jawa Timur) Alatnya ada yang terbuat dari tulang maka disebut  bone culture. Di Ngandong ditemukan juga kapak genggam, benda dari batu berupa  flakes dan batu indah berwarna yang disebut chalcedon.

b.Peningkatan hidup manusia memasuki hidup setengah menetap atau semisedenter  (zaman Mesolitikum)  Mereka sudah memiliki kemajuan hidup seperti adanya  kjokkenmoddinger (sampah kerang)danabris sous roche  (gua tempat tinggal). Alat-alatnya adalah kapak genggam (pebble) disebut juga kapak Sumatra, kapak pendek (hache courte), dan pipisan.

c.Tradisi manusia zaman hidup menetap (zaman Neolitikum)
Pada zaman ini, manusia sudah mulai food producing, yakni mengusahakan bercocok tanam sederhana dengan mengusahakan ladang.

Jenis tanamannya adalah ubi, talas, padi, dan jelai. Mereka menggunakan peralatan yang lebih bagus seperti beliung persegi atau kapak persegi dan kapak lonjong yang dipergunakan untuk mengerjakan tanah. Kapak persegi ditemukan di Sumatra, Jawa, Bali, dan Kalimantan Barat, sedangkan di Semenanjung Melayu kapak ini disebut kapak bahu. Kapak lonjong berbentuk bulat telur, banyak ditemukan di Sulawesi, Papua, atau kepulauan Indonesia Timur. Alat serpih untuk mata panah dan mata tombak ditemukan di Gua Lawa Sampung (Jawa Timur) dan Cabbenge (Sulawesi Selatan).

Di Malolo (Sumba Timur) ditemukan kendi air. Pada masa ini, terjadi perpindahan penduduk dari daratan Asia (Tonkin di Indocina) ke Nusantara yang kemudian disebut bangsa Proto Melayu pada tahun 1500 SM melalui jalan barat dan jalan utara. Alat yang dipergunakan adalah kapak persegi, beliung persegi, pebble (kapak Sumatra), dan kapak genggam.

Kebudayaan itu oleh Madame Madeleine Colani, ahli sejarah Prancis, dinamakan kebudayaan Bacson-Hoabinh. Kepercayaan zaman bercocok tanam adalah menyembah dewa alam.


d.Tradisi Megalitikum
Pada zaman ini, alat dibuat dari batu besar seperti menhir, dolmen, dan sarkofagus. Menhir adalah tugu batu besar tempat roh nenek moyang, ditemukan di Sumatra Selatan, Sulawesi Tengah, dan Kalimantan. Dolmen adalah meja batu besar (altar), terdapat di Bondowoso, Jawa Timur. Sarkofagus adalah kubur peti batu besar. DiSulawesi, sarkofagus dikenal dengan sebutan waruga.

e.Tradisi zaman perundagian
Setelah hidup menetap, mereka semakin pandai membuat alat, bahkan dengan kedatangan bangsa Deutero Melayu pada 500 SM, mereka sudah mampu membuat alat dari logam (sering disebut budaya Dongson karena berasal dari Dongson). Zaman ini disebut zaman kemahiran teknologi. Mereka juga telah mengenal sawah dan sistem pengairan.

Pembuatan gerabah dilakukan masyarakat sampai sekarang, seperti di Jawa (Tuban; Gunung Tangkil dekat Bogor; desa Anjun dekat Pamanukan; Kasongan, Yogyakarta; Bayat Klaten; Gengkuang Garut), di Sumatra (daerah Gayo, Aceh), dan di Papua (desa Abare, Kayu Batu di Teluk Humboldt).

 Jenis benda logam yang dibuat di Indonesia pada zaman ini, antara lain, sebagai berikut.

1) Nekara, yaitu semacam tambur besar yang ditemukan di Bali, Roti, Alor, Kei, dan Papua.

2)Kapak corong, disebut demikian karena bagian tangkainya berbentuk corong. Sebutan lainnya adalah kapak sepatu. Benda ini dipergunakan untuk upacara. Banyak ditemukan di Makassar, Jawa, Bali, Pulau Selayar, dan Papua.

3)Arca perunggu, ditemukan di daerah Bangkinang, Riau, dan Limbangan, Bogor. Selain itu, ada perhiasan perunggu, benda besi, dan manik-manik. Kepercayaan di zaman perundagian adalah menyembah roh nenek moyang (animisme).

Migrasi Ras Proto Melayu dan Deutro Melayu

Proses Migrasi Ras Proto Melayu dan Deutro Melayu ke Indonesia

Sejarawan Belanda Van Heine mengatakan bahwa sejak 2000 SM yang bersamaan dengan zaman Neolitikum sampai dengan tahun 500 SM yang bersamaan dengan zaman perunggu mengalirlah gelombang perpindahan penduduk dari Asia ke pulau-pulau sebelah selatan daratan Asia ke Indonesia. Sekitar tahun 1500 SM, mereka terdesak dari Campa kemudian pindah ke Kampuchea dan melanjutkan perjalanan ke Semenanjung Malaka.

Sementara itu, bangsa yang lainnya masuk ke pulau-pulau di sebelah selatan Asia tersebut, yakni Austronesia (austro artinya selatan, nesos artinya pulau). Bangsa yang mendiami daerah Austronesia disebut bangsa Austronesia. Bangsa Austronesia mendiami daerah sangat luas, meliputi pulau-pulau yang membentang dari Madagaskar (sebelah barat) sampai Pulau Paskah (sebelah timur) dan Taiwan (sebelah utara) sampai Selandia Baru (sebelah selatan).

Pendapat Van Heine Geldern ini diperkuat dengan penemuan peralatan manusia purba berupa beliung batu yang berbentuk persegi di Sumatra, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi di bagian barat. Beliung seperti itu juga banyak ditemukan di Asia, yakni di Malaysia, Birma (Myanmar), Vietnam, Kampuchea, dan terutama di daerah Yunan (daerah Cina Selatan).

Orang-orang Austronesia yang memasuki wilayah Nusantara dan kemudian menetap di Nusantara tersebut mendapat sebutan bangsa Melayu Austronesia atau bangsa Melayu Indonesia. Mereka yang masuk ke daerah Aceh menjadi suku Aceh, yang masuk ke daerah Kalimantan disebut suku Dayak, yang ke Jawa Barat disebut suku Sunda, yang masuk ke Sulawesi disebut suku Bugis dan Tanah Toraja, dan mereka yang masuk ke daerah Jambi disebut suku Kubu (Lubu).

Bangsa Melayu dapat dibedakan menjadi dua, yakni bangsa Melayu Tua dan Melayu Muda.
1.Bangsa Melayu Tua (Proto Melayu)
Bangsa Melayu Tua adalah orang-orang Austronesia dari Asia (Yunan) yang pertama kali ke Nusantara pada sekitar 1500 SM. Mereka datang ke Nusantara melalui dua jalan.

a.Jalan barat dari Yunan (Cina Selatan) melalui Selat Malaka (Malaysia) masuk ke Sumatra masuk ke Jawa. Mereka membawa alat berupa kapak persegi.

b.Jalan utara (timur) dari Yunan melalui Formosa (Taiwan) masuk ke Filipina kemudian ke Sulawesi kemudian masuk ke Irian. Mereka membawa alat kapak lonjong.

Bangsa Melayu Tua ini memiliki kebudayaan batu sebab alat-alatnya terbuat dari batu yang sudah maju, yakni sudah dihaluskan, berbeda dengan manusia purba yang alatnya masih kasar dan sederhana. Hasil budaya mereka dikenal dengan kapak persegi yang banyak ditemukan di Indonesia, seperti Sumatra, Jawa, Bali, dan Kalimantan. Adapun kapak lonjong banyak digunakan mereka yang melalui jalan utara, yakni Sulawesi dan Irian. 
Menurut penelitian Von Heekern, di Kalumpang, Sulawesi Utara telah terjadi perpaduan antara tradisi kapak persegi dan kapak lonjong yang dibawa orang Austronesia yang datang dari arah utara Indonesia melalui Formosa (Taiwan), Filipina, dan Sulawesi.

2.Bangsa Melayu Muda (Deutero Melayu)
Bangsa Melayu Muda yang disebut juga Deutero Melayu datang dari daerah Yunan (Cina Selatan) sekitar 500 SM. Mereka masuk ke Nusantara melalui jalan barat saja.

Bangsa Melayu Muda berhasil mendesak dan bercampur dengan bangsa Proto Melayu. Bangsa Deutero Melayu masuk melalui Teluk Tonkin (Yunan) ke Vietnam, lalu ke Semenanjung Malaka, terus ke Sumatra, dan akhirnya masuk ke Jawa.

Bangsa Deutero Melayu memiliki kebudayaan yang lebih maju dibandingkan dengan Proto Melayu. Mereka sudah dapat membuat barang-barang dari perunggu dan besi.

Hasil budayanya yang terkenal adalah kapak corong, kapak sepatu, dan nekara. Selain kebudayaan logam, bangsa Deutero Melayu juga mengembangkan kebudayaan Megalitikum, yaitu kebudayaan yang menghasilkan bangunan yang terbuat dari batu besar. Hasil-hasil kebudayaan Megalitikum, misalnya, menhir (tugu batu), dolmen (meja batu), sarkofagus (keranda mayat), kubur batu, dan punden berundak. 
Suku bangsa Indonesia yang termasuk keturunan Melayu Muda (Deutero Melayu) adalah suku Jawa, Melayu, dan Bugis. Sebelum kelompok bangsa Melayu memasuki Nusantara, sebenarnya telah ada kelompok-kelompok manusia yang lebih dahulu tinggal di wilayah tersebut. Mereka termasuk bangsa primitif dengan budayanya yang masih sangat sederhana. 
Mereka yang termasuk bangsa primitif adalah sebagai berikut.

1.Manusia Pleistosin (purba)
Kehidupan manusia purba ini selalu berpindah tempat dengan kemampuan yang sangat terbatas. Demikian pula kebudayaannya sehingga corak kehidupan manusia purba ini tidak dapat diikuti kembali, kecuali beberapa aspek saja. Misalnya, teknologinya yang masih sangat sederhana (teknologi paleolitik).

2.Suku Wedoid
Sisa-sisa suku Wedoid sampai sekarang masih ada, misalnya, suku Sakai di Siak serta suku Kubu di perbatasan Jambi dan Palembang. Mereka hidup dari meramu (mengumpulkan hasil hutan) dan berkebudayaan sederhana. Mereka juga sulit sekali menyesuaikan diri dengan masyarakat modern.

3.Suku Negroid
Di Indonesia sudah tidak terdapat lagi sisa-sisa kehidupan suku Negroid. Akan tetapi, di pedalaman Malaysia dan Filipina keturunan suku Negroid masih ada. Suku yang termasuk ras Negroid, misalnya, suku Semang di Semenanjung Malaysia dan suku Negrito di Filipina. Mereka akhirnya terdesak oleh orang-orang Melayu Modern sehingga hanya menempati daerah pedalaman terisolir.

Menurut Heine Geldern, nenek moyang bangsa Indonesia berasal dari daratan Asia, yakni Yunan. Mereka datang melalui dua gelombang dan dua jalan.

Gelombang Melayu Tua (Proto Melayu) 1500 SM melalui dua jalan. 
a) Jalan barat melalui Yunan –Malaka – Sumatra – Jawa, alat yang dibawa kapak persegi. 
b) Jalan Utara melewati Yunan– Formosa–Jepang– Filipina– Sulawesi Utara– Papua, alat yang dibawa kapak lonjong.

Melayu Muda (Deutero Melayu) 500 SM merupakan kedatangan gelombang II melalui jalan barat.

Tuesday, January 23, 2018

pengertian arus listrik

Arus listrik adalah banyaknya muatan listrik yang disebabkan dari pergerakan elektron-elektron, mengalir melalui suatu titik dalam sirkuit listrik tiap satuan waktu.

Arus listrik dapat diukur dalam satuan Coulomb/detik atau ampere. Contoh arus listrik dalam kehidupan sehari-hari berkisar dari yang sangat lemah dalam satuan mikroAmpere ({\displaystyle \mu A}) seperti di dalam jaringan tubuh hingga arus yang sangat kuat 1-200 kiloAmpere (kA) seperti yang terjadi pada petir. dalam kebanyakan sirkuit arus searah dapat diasumsikan resistansi terhadap arus listrik adalah konstan sehingga besar arus yang mengalir dalam sirkuit bergantung pada voltase dan resistansi sesuai dengan  hukum ohm.

Arus listrik merupakan satu dari tujuh satuan pokok dalam satuan internasional.[4] Satuan internasional untuk arus listrik adalah Ampere(A). Secara formal satuan Ampere didefinisikan sebagai arus konstan yang, bila dipertahankan, akan menghasilkan gayasebesar 2 x 10-7 Newton/meter di antara dua penghantar lurus sejajar, dengan luas penampang yang dapat diabaikan, berjarak 1 meter satu sama lain dalam ruang hampa udara.

Saturday, June 10, 2017

Julia Perez Meninggal Dunia, Syahrini Turut Berduka di Jepang

Julia Perez Meninggal Dunia, Syahrini Turut Berduka di Jepang


Artis peran, pembawa acara, dan penyanyi dangdut Julia Perez (36) atau Jupe telah tiada.
Penyanyi Syahrini (34), melalui akun Instagram-nya, menyampaikan rasa duka atas dan doanya atas kepergian Jupe untuk selamanya.
Jupe meninggal dunia pada Sabtu (10/6/2017) di Rumah Sakit Dr Cipto Mangunkusumo (RSCM, Jakarta Pusat, karena kanker serviks stadium empat.

Syahrini mengunggah sebuah foto ia sedang menjenguk Jupe di rumah sakit.
Menyertai foto tersebut, ia juga menulis, "Innalilahi Wainna Ilaihi Rojiun "YULIA RAHMAWATI" ~ALFAATIHAH~ .... Selamat Jalan Teman @juliaperrezz !!! Semoga Ujian Di kasihnya nya Penyakit Oleh ALLAH SWT Bisaa Meringankan Perjalananmu Menuju Surganya ALLAH SWT... Turut Berduka Cita Yang Sedalam2Nya Untuk Keluarga Yang Di Tinggalkan ???? •••."

Melalui salah satu dari delapan tanda pagar yang mengikuti kalimat tersebut, yaitu, #Japan_Tokyo_10Juni2017, Syahrini menyatakan bahwa pada Sabtu ini ia sedang berada di Tokyo, Jepang.
Syahrini juga menyatakan bahwa ia sedang bekerja di sana melalui dua tanda pagar, yaitu #Work dan #Onduty.


Tuesday, March 21, 2017

OTONOMI DAERAH

OTONOMI DAERAH

Keadaan geografis Indonesia yang berupa kepulauan berpengaruh terhadap mekanisme pemerintahan Negara Indonesia. Dengan keadaan geografis yang berupa kepulauan ini menyebabkan pemerintah sulit mengkoordinasi pemerintahan yang ada di daerah. Untuk memudahkan pengaturan atau penataan pemerintahan maka diperlukan adanya suatu sistem pemerintahan yang dapat berjalan secara efisien dan mandiri tetapi tetap terawasi dari pusat. Di era reformasi ini sangat dibutuhkan sistem pemerintahan yang memungkinkan cepatnya penyaluran aspirasi rakyat, namun tetap berada di bawah pengawasan pemerintah pusat. Hal tersebut sangat diperlukan karena mulai munculnya ancaman-ancaman terhadap keutuhan NKRI, hal tersebut ditandai dengan banyaknya daerah-daerah yang ingin memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indornesia.Sumber daya alam daerah di Indoinesia yang tidak merata juga merupakan salahsatu penyebab diperlukannya suatu sistem pemerintahan yang memudahkan pengelolaan sumber daya alam yang merupakan sumber pendapatan daerah sekaligus menjadi pendapatan nasional. Sebab seperti yang kita ketahui bahwa terdapat beberapa daerah yang pembangunannya memang harus lebih cepat daripada daerah lain. Karena itulah pemerintah pusat membuat suatu sistem pengelolaan pemerintahan di tingkat daerah yang disebut otonomi daerah. Pada kenyataannya, otonomi daerah itu sendiri tidak bisa diserahkan begitu saja pada pemerintah daerah. Selain diatur dalam perundang-undangan, pemerintah pusat juga harus mengawasi keputusan-keputusan yang diambil oleh pemerintah daerah. Apakah sudah sesuai dengan tujuan nasional, yaitu pemerataan pembangunan di seluruh wilayah Republik Indonesia yang berdasar pada sila Kelima Pancassila, yaitu Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.



A.  HAKIKAT OTONOMI DAERAH
1.    Pengertian
Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kemajuan daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Daerah otonom adalah kesatuan masyarakat hukum yang menpunyai batas daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam sistem Pemerinth Nasional dan berada di daerah kabupaten.
Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintah oleh pemerintah kepada daerah otonomi dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari pemerintah kepada guberur sebagi wakil pemerintah dan atau perangkat pusat di daerah.
Tugas Pembantuan adalah penugasan dari pemerintah kepada daerah dan desa dan dari daerah ke desa untuk melaksankan tugas tertentu yang diserta pembiayaan, sarana dan prasarana serta sumber daya manusia dengan kewajibannya kepada yang menugaskan.
Sebelum membahas lebih jauh sebaiknya perhatikan dahulu ketentuan pasal 18 dan 18 B UUD 1945 mengenai hakikat otonomi daerah sebagai berikut :
1. Pasal 18
Ayat 1             :Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah –daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota,  yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah , yang diatur dengan undang-undang.
Ayat 2             : Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota  mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.
Ayat 3             : Pemerintahan daerah provinsi , daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotaya dipilih  melalui pemilihan umum.
Ayat 4             :Gubernur, Bupati, dan Walikota masing- masing  sebagai kepala daerah provinsi , kabupaten , dan kota dipilih secara demokratis .
Ayat 5             :Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya kecuali urusan          pemerintahan yang oleh undang- undang ditentukan sebagai urusan pemerintah  pusat.
Ayat 6             :Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksnakan otonomi dan tugas pembantuan.
Ayat 7             :Susunan dan tatacara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam undang- undang
 2. Pasal 18B
     Ayat 1             :Negara mengakui dan menghormati satuan – satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang.
Ayat 2             :Negara mengakui dan menghormati kesatuan – kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsipNegara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang- undang.
            Berdasarkan ketentuan Pasal 18 Ayat 1 dan Ayat 2 UUD 1945 tersebut, Negara Kesatuan Replublik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi, dan daerah provinsi dibagi atas daerah kabupaten dan kota. Tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota ini mempunyai pemerintahan daerah yang mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asaa otonomi dan tugas pembantuan.
            Oleh karena itu, Negara Republik Indonesia sebagai Negara kesatuan menganut asas desentralisasi dalam penyelenggarakan pemerintahan, dengan memberikan kesempatan dan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah.
            Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, yang dimaksud dengan otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasrkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sedangkan yang dimaksud daerah otonom adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu dan berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
            Dengan otonomi daerah maka daerah diberi kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab kepada daerah secara proporsional, yang diwujudkan dengan pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah, sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi, kesetaraan, pemerataan, dan kaedilan, serta potensi dan kesadaran akan keanekaragaman daerah yang dilaksanakan dalam kerangkan Negara Kesatuan Republik Indonesia,yaitu semangat Bineka Tunggal Ika.
            Berdasarkan penjelasan Undang-Undang  Nomor 22  tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah , dijelaskan maksud kewenangan otonomi luas, otonomi nyata, dan otonomi yang bertanggung jawab.
1.    Kewenangan otonomi luas adalah keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan yang mencakup kewenangan semua bidang pemerintahan, kecuali kewnangan di bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fisikal, agama, serta kewenangan bidang lainnya yang akan ditetapkan dengan peraturan pemerintahan.
2.    Otonomi nyata adalah keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan kewenangan pemerintahan di bidang tertentu yang secara nyata ada dan diperlukan serta tumbuh , hidup dan berkembang di daerah.
3.    Otonomi yang bertanggungjawab adalah  berupa perwujudan pertanggungjawaban sebagai konsekuensi pemberian hak dan kewenangan kepada daerah dalam wujud tugas dan kewajiban yang harus dipikul oleh daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi, berupa, yaitu.
a.    Peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang sedemikian baik;
b.    Pengembangan kehidupan demokrasi , keadilan, dan pemerataan; serta
c.    Pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah dalam rangka menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
No
 Berdasarkan UU No 5 Tahun 1974
Berdasarkan UU No 22 Tahun 1999
1
Pemeritah pusat adalah perangkat Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri dari Presiden beserta para pembantunya.
Pemerintah pusat adalah Perangkat Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri dari Presiden beserta para menteri.
2
Pemerintah daerah adalah Kepala Daerah dan DPRD
Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah beserta perangkat daerah otonom yang lain sebagai Badan Eksekutif Daerah.
3
DPRD termasuk Badan Eksekutif karena masuk bagian dalam Pemerintah Daerah sehingga kurang berfungsi sebagai lembaga yang mengawasi jalannya pemerintahan di daerah.
DPRD adalah Badan Legislatif Daerah berkedudukan sejajar dan menjadi mitra dari pemerintah Daerah.

Sebelum ditetapkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 ini , Undang-Undang yang berlaku untuk mengatur pemerintahan daerah adalah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 ini sudah tidak berlaku lagi , dan sekarang yang berlaku adalah Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Perbedaan penting antara kedua Undang-Undang tersebut antara lain sebagai berikut.

Menurut penjelasan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, Prinsip Penyelenggaraan  Pemerintah Daerah adalah sebagi berikut :
1.         Digunakannya asas desentralisasi , dekonsentrasi, dan tugas pembantuan;
2.         Penyelenggaraan asas desentralisasi secara utuh dan bulat yang dilaksanakan di Daerah Kabupaten dan Daerah Kota; dan
3.         Asas tugas pembantuan yang dapat dilaksakan di Daerah Provinsi, Daerah Kabupaten, Daerah Kota, dan Desa.

Adapun yang dijadikan dasar atau landasan pelaksanaan otonomi daerah adalah Ketetapan MPR No. XV/ MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah, pengauran dan pemanfaatan Sumber Daya nasional yang Berkeadilan serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dalam Kerangka negara Kesatuan Republik Indonesia. Ketetapan MPR tersebut kemudian ditindaklanjuti denggan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah  dan Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
Pelaksanaan Otonomi Daerah selain mengacu atau berlandaskan acuan hukum di atas, juga sebagai penerapan (implementasi) tuntutan globalisasi yang mau tidak mau, suka tidk suka daerah harus lebih diberdayakan dengan cara daerah diberikan kewenangan yang lebih luas, lebih nyata dan bertanggung jawab, terutama dalam mengatur, memanfaatkan dan menggali sumber-sumber potensi yang ada di daerahnya masing-masing.
Adapun tujuan utama dikeluarkannya atau duterapkan otonomi daerah pada tahun 1999 adalah di satu pihak membebaskan pemerintah pusat dari beban-beban yang tidak perlu dalam menangani urusan dosmetik sehingga ia berkesempatan mempelajari, memahami, merespon, berbagai kecenderungan global dan mengambil manfaat berkonsentrasi pada perumusan kebijakan makro nasional yang bersifat strategis. Di lain pihak, dengan desentralisasi maka daerah akan mengalami proses pemberdayaan yang optimal.
Kemampuan prakarsa dan kreativitas pemerintah daerah akan terpacu, sehinhha kapabilitasnya atau kemampuannya dalam mengatasi berbagai maslah dosmetik atau daerah akan semakin kuat. Desentralisasi merupakan simbol atau tanda adanya kepercayaan pemerintah pusat kepada daera. Ini dengan sendirinya akan mengembalikannya harga diri pemerintah dan masyarakat daerah (Syaukani, gaffar an Rasyid, 2002:172).
Dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomo 32 dan 33 tahun 2004, kewenangan pemerintah pusat didesentralisasi ke daerah ini mengandung makna, pemerintah pusat tidak lagi mengurus kepentingan rumah tangga daerah-daerah, kewenangan mengurus, dan mengatur rumah tangga daerah diserahkan kepada masyarakat di daerah. Jadi darri uraian ini dapat disimpulkan, bahwa pemerintah pusat hanya berperan sebagai supervisor, pemantau, pengawas dan penilai.
Berkaitan dengan pengertian desentralisasi di atas, Litvack & Seddon (1992:2), sebagaimana dikutip oleh Wasistono (2002:17-18) menyatakan desentralisasi adalah the transfer of authority and responsibility for publik function from central government to subordinator quasi independent government organization or he private sector.
Dengan demikian, yang dimaksud desentralisasi adalah transfer kewenangan dan tanggung jawab fungsi-fungsi publik. Transfer ini dilakukan dari pemerintah pusat ke pihak lain, baik kepada daerah bawahan, organisasi pemerintah yang semi membahas ataupun kepada sektor swasta. Selanjtnya menurut Cheema & Rondinelli (1983) sebagaimana dikutip Wasistono (2002:18) membagi desentralisasi menjadi empat tipe, yaitu:
a.         Desentralisasi politik, yang bertujuan menyalurkan semangat demokrasi secara positif di masyarakat.
b.         Desentralisasi administrasi, yang memiliki tiga bentuk utama, yaitu: desentralisasi, delegasi dan devolusi, bertujuan agar penyelenggaraan pemerintah dapat berjalan secara efektif dan efisien.
c.         Desentralisasi fiskal, bertujuan memberikan kesempatan kepada daerah untuk menggali berbagai sumber dana.
d.        Desentralisasi ekonomi atau pasar, bertujuan untuk lebih memberikan tanggung jawab yang berkaitan sektor publik ke sektor privat.
Menurut Syaukani dkk, (2002: 173-184) visi otonomi daerah dapat dirumuskan dalam tiga ruang lingkup interaksinya yang utama, yaitu: Politik, Ekonomi serta Sosial dan Budaya. Di bidang politik, karena otonomi harus dipahami sebagai proses untk membuka ruang bagi lahirnya kepala pemerintah yang responsif terhadap kepentingan masyarakat luas, dan memelihara suatu mekanisme pengambilan keputusan yang taat pada asas pertanggungjawaban publik.
Gejala yang muncul dewasa ini, khususnya dalam pemilihan Kepala Daerah, baik provinsi, kabupaten maupun kota bagitu besar partisipasi masyarakat. Ini bisa dibuktikandari membanjirnya calon-calon Kepala Daerah dalam setiap pemilihan, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten atau kota. Bahkan yang berminat dan mendaftarkan diri untuk menjadi bakal calon Kepala Pemerintah Daerah, bukan hanya datang dari lapisan masyarakat tertentu saja, tetapi juga datang dari berbagai lapisan, mulai dari partai politik, pegawai pemda, pegawai dari kantor lainnya, pegawai swasta, wiraswasta, bahkan ada juga dari unsur abang becak dan lain-lain. Ini mendakan, bahwa kehidupan demokrasi di negara kita sudah semakin terbuka dan berkembang dengan pesat.
Di bidang ekonomi, otonomi daerah di sau pihak harus menjamin lancarnya pelaksanaan kebijakan ekonomi nasional di daerah, dan di pihak lain terbukanya peluang bagi pemerintah daerah mengembangkan kebijakan regional dan lokal untuk mengoptimalkan pendayagunaan potensi ekonomi daerahnya. Dalam konteks ini, otonomi daerah akan memungkinkan lahirnya berbagi prakarsa pemerintah daerah untuk menawarkan fasilitas investasi, memudahkan proses pemerintah daerah untuk menawarkan fasilitas investasi, memudahkan proses perizinan usaha, dan membangun berbagi infrastruktur yang menunjang perputaran ekonomi di daerahnya. Dengan demikian, otonomi daerah akan membawa masyarakat ke tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi dari waktu ke waktu.
Di bidang sosial budaya, otonomi daerah harus dikelola sebaik mungkin demi menciptkan harmonisasi sosial, dan pada saat yang sama, juga memelihara nilai-nilai lokal yang dipandang kondosif terhadap kemampan masyarakat dalam merespon dinamika kehidupan di sekitarnya.  
B.  PERUMUSAN KEBIJAKAN PUBLIK DI DAERAH
1.    Pengertian
Kebijakan adalah kebijaksanaan untuk mengatur sesuatu atau konsep yang menjadi garis besar dan dasar rencana dilaksanakan suatu pekerjaan atau pedoman untuk mencapai sasaran. Publik adalah orang banyak atau umum atau semua orang. Kebijakan publik adalh pedoman untuk mencapai sasaran bagi warga negara atau konsep dasar yang dilaksanakan untuk mengatur warga negara.
Indonesia adalah negara demokrasi. Demokrasi yang dijalankan oleh negara Indonesia adalah demokrasi Pancasil, demokrasi Pancasila menghargai pendapat rakyat. Dalam UU No. 2 tahun 1999, tentang partai politik yang disebutkan bahwa fungsi partai politik adalah melaksanakan pendidikan politik rakyat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, menyerap, menyalurkan dan memperjuangkan kepentingan masyarakatdalam pembuatan kebijakan publik melalui mekanisme badan-badan permusyawaratan/perwakilan rakyat. Badan-badan yang dibentuk berdasarkan UUD 1945 yang bertugas menyalurkan aspirasi masyarakat, adalah:
a.       Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
b.      Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
c.       Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi.
d.      Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota.

2.    Perumusan kebijakan publik
Pendapat seseorang harus kita hargai, suara masyarakat sangatlah berharga bagi perkembangan negara. Usulan dari masyarakat bawah merupakan masukan untuk menetukan kebijakan publik atau peraturan perundang-undangan lebih lanjut.
Adapun urut-urutan menyampaikan aspirasi yang pada akhirnya dijadikan sebagai suatu keputusan secara nasional adalah, sebagai berikut;
a.    Pendapat atau aspirasi seseorang dari tingkat paling bawah disalurkan kepada pengurus dan menjadi keputusan dari bawah yang merupakan kesepakatan bersama.
b.    Keputusan yang merupakan kesepakatan bersama itu dibawa ke tingkat anggota DPRD Kabupaten/Kota, untuk dibicarakan dan dibahas menjadi keputusan DPRD Kabupaten/Kota.
c.    Keputusan dari DPRD Kabupaten/Kota selanjutnya diusulkan kepada DPRD Provinsi untuk dibicarakan dan dibahas di DPRD Provinsi. Hasil pembahasan disahkan menjadi keputusan DPRD Provinsi.
d.   Keputusan DPRD Provinsi disampaikan ke DPR  RI untuk mendapat tanggapan yang selanjutnya dibahas dan dibicarakan dalam sidang DPR RI untuk dapat disetujui menjadi keputusan nasional.
Contoh:
Undang-Undang lalu-Lintas dan Angkutan Jalan Raya No. 14 tahun 1992. Pada mulanya Undang-undang tersebut merupakan aspirasi dari sebagian warga negara dan disetujui untuk menjadi Undang-Undang. Setelah berlakunya Undang-undang No. 14 tahun1992, mendapat reaksi menolak undang-undang tersebut dari masyarakat. Setelah menerima masukan dan pendapat dari masyarakat lainnya, maka beberapa pasal-pasal diperbaiki, sehingga tidak merugikan kepentingan masyarakat. Akhirnya masyarakat pun menerima UU itu untuk ditaati dan dipatihi sebagai hukum yang berlaku.
Demikianlah contoh partisipasi warga masyarakat dalam perumusan kebijakan publik, tanpa kepedulian keikutsertaan dari masyarakat, mustahil pemerintah dan wakil-wakil rakyat dapat menjalankan tugasnya.
Dalam melaksanakan kebijakan publik atau peraturan perundang-undang yang berlaku, mempunyai prinsip-prinsip yang harus dipegang teguh bagi setiap warga negara.
Adapun prinsip-prinsip itu adalah, sebagai berikut:
a.    Supremasi (kekuasaan tertinggi) pada aturan-aturan hukum, artinya tidak ada kekuasaan sewenang-wenang dan seseorang hanya boleh dihukum apabila melanggar hukum dengan keputusan hakim di pengadilan.
b.    Kedudukan yang sama dalam menghadapi hukum, baik untuk orang biasa maupun pejabat. Maksudnya siapa pun mempunyai kedudukan yang sama di hadapan hukum, tanpa memandang perbedaan pangkat, jabatan, ataupun harta kekayaan.
c.    Terjaminnya hak-hak manusia oleh Undang-Undang serta keputusan-keputusan pengadilan. Maksudnya hak setiap warga negara diatur, dijamin, dan dilindungi oleh Undang-Undang.

3.    Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
DPRD adalah Badan Legislatif Daerah yang berkedudukan di Daerah Kabupaten atau Daerah Kota, yang anggotanya dipilih melalui pemilihan umum, bersamaan dengan pemilihan anggota DPR RI. DPRD memiliki tugas, wewenang, adapun tugas dan wewenang dari DPRD berdasarkan pada pasal 42 UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah sebagai berikut:
a.    Membentuk Peraturan Daerah (Perda) yang dibahas dengan kepala daerah untuk mandapatkan persetujuan.
b.    Membahas dan menyetujui rancangan Perda tentang APBD bersama dengan kepala daerah.
c.    Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Perda dan peraturan perundang-undangan lainnya, peraturan kepala daerah, APBD, krbijakan pemerintah daerah dalam melaksanakan program pembangunan dan kerjasama internasionaldi daerah.
d.   Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian kepala daerah/wakil kepala daerah kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri bagi DPRD Provinsi dan kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur bagi DPRD kabupaten/kota.
e.    Memilih wakil kepala  daerah dalam hal terjadi kekosongan jabatan wakil kepala daerah.
f.     Memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah daerah terhadap rencana perjanjian internasional yang dilakukan oleh pemerintah daerah.
g.    Memberikan persetujuan terhadap rencana kerjasama internasional yang dilakukan oleh pemerintah daerah.
h.    Meminta laporan keterangan pertanggung jawaban kepala daerah.
i.      Membentuk panitia pengawasan pemilihan kepala daerah.
j.      Melakukan pengawasan dan meminta laporan KPUD dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah.
k.    Memberikan persetujuan terhadap rencana kerjasama antar daerah dan dengan pihak ketiga yang tidak membebani masyarakat daerah.

Selain memiliki tugas dan wewenang didalam pasal 43 UU No. 32 tahun 2004, juga diatur mengenai hak DPRD, yaitu:
a.    Hak Interpelasi
Adalah hak untuk meminta keterangan kepada kepala daerah mengenai kebijakan pemerintah daerah yang penting dan strategis yang berdampak luas pada kehidupan masyarakat, daerah, dan negara.
b.      Hak Angket
Adalah hak untuk melakukan penyelidikan terhadap suatu kebijakan tertentu kepada daerah yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
c.    Hak menyatakan pendapat
Adalah hak untuk menyatakan pendapat terhadap kebijakan kepala daerah atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di daerah disertai rekomendasi penyelesaiannya atau sebagai tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi dan hak angket.

C.    PENTINGNYA PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PERUMUSAN KEBIJAKAN PUBLIK DI DAERAH
Melalui otonomi daerah maka daerah diberi kewenangan yang lebih luas dalam mengelola daerahnya masing-masing, baik dalam pengelolaan sumber daya manusia dan sumber daya alam lainnya untuk kemajuan kesejahteraan di wilayahnya.
Berdasarkan ketetapan MPR Nomor : IV/MPR/2000 tentang Rekomendasi Kebijakan Penyelenggaraan Otonomi Daerah, kebijakan daerah di arahkan kepada pencapaian sasaran-sasaran sebagai berikut.
1.      Peningkatan pelayanan publik dan pengembangan kreativitas masyarakat serta aparatur pemerintah di daerah.
2.      Kesetaraan hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dan antar pemerintah daerah dalam kewenangan dan keuangan.
3.      Untuk menjamin peningkatan rasa kebangsaan, demokrasi, dan kesejahteraan masyarakat di daerah.
4.      Menciptakan ruang yang lebih luas bagi kemandirian daerah.

Pemerintah daerah sebagai penyelenggara pemerintahan di daerah mempunyai kewajiban mewujudkan tujuan pembangunan nasional khususnya di daerah agar tujuan mewujudkan masyarakat adil dan makmur dapat tercapai. Di antara tugas pemerintah atau aparatur pemerintah adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan sebaik-baiknya.
Setiap warga Negara mempunyai hak dan kewajiban. Hak dan kewajiban tersebut telah diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945. Warga Negara yang baik tidak hanya menuntut haknya, tetapi juga harus melaksanakan kewajiban. Hak dan kewajiban harus dilaksanakan secara seimbang.
Kemajuan Negara atau daerah merupakan tanggung jawab bersama, baik itu pemerintah maupun masyarakat. Oleh karena itu, seluruh anggota masyarakat wajib berpartisipasi aktif dalam pembangunan. Bentuk partisipasi masyarakat dalam pembangunan sesuai dengan bidang dan kemampuan masing-masing.
Pemerintah daerah dalam menjalankan roda pemerintahannya berdasar pada peraturan perundangan yang berlaku. Peraturan perundangan tersebut, antara lain Undang-Undang Dasar, undang-undang, peraturan pemerintah terutama yang berhubungan dengan penyelenggaraaan otonomi daerah. Peraturan perundangan tersebut dijabarkan dalam bentuk peraturan daerah.
Peraturan daerah dibuat oleh kepala daerah dengan persetujuan DPRD. Peraturan daerah dibuat untuk melaksanakan peraturan perundangan yang lebih tinggi dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah. Peraturan Daerah (Perda) untuk tiap daerah tidak sama karena disesuaikan dengan kondisi dan dinamika daerah masing-masing. Untuk melaksanakan peraturan daerah maka kepala daerah menerapkan keputusan kepala daerah.
Peraturan daerah dan keputusan kepala daerah dibuat dalam rangka mengatur penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan di daerah oleh karena Perda dan keputusan kepala daerah menyangkut kebijakan publik, maka setiap warga negara dapat memberikan masukan dalam perumusan kebijakan publik.
Yang dimaksud dengan kebijakan publik adalah kebijakan yang menyangkut kepentingan orang banyak atau masyarakat umum.
Maksud dari pembuatan kebijakan publik adalah:
1.      Mewujudkan ketertiban dalam masyarakat
2.      Melindungi hak-hak masyarakat
3.      Mewujudkan ketentraman dan kedamaian dalam masyarakat, serta
4.      Mewujudkan kesejahteraan masyarakat
Kebijakan publik yang diambil pemerintah daerah sebaiknya melibatkan masyarakat agar dalam pelaksanaannya tidak menimbulkan protes dari masyarakat. Masukan dari masyarakat  sangat penting dalam perumusan kebijakan publik karena pemerintah dapat mengambil kebijakan yang sesuai dengan keinginan masyarakat. Peran serta masyarakat dapat dilakukan dengan memberikan masukan berupa usul, saran, atau memberikan gambaran dampak negative atau positif  daerah kebijakan publik tersebut.
Usul, saran atau pendapat masyarakat dapat disampaikan kepada DPRD melalui temu wicara dengan anggota Dewan, menyampaikan secara tertulis kepada pemerintah daerah atau DPRD, menulis di media massa dan sebagainya.
Kebijakan publik yang dibuat oleh pemerintah daerah antara lain berikut ini.
1.      Penetapan pajak daerah meliputi pajak hotel, restoran, hiburan reklame, penerangan jalan, pajak parkir dan lain-lain.
2.      Penetapan retribusi, misalnya retribusi jasa umum, jasa usaha, perizinan tertentu dan lain-lain.
3.      Penetapan larangan pedagang kaki lima berjualan di trotoar.
4.      Penetapan jalur bus kota dan antarkota.
Penetapan kebijakan umum ini bisa menimbulkan protes dari sebagian masyarakat, terutama masyarakat yang terkena dampak langsung dari kebijakan tersebut, misalnya penetapan jalur bus kota sering menimbulkan protes dari kalangan penjual jasa angkutan karena merasa dirugikan. Mereka melakukan demonstrasi dengan mogok bekerja atau tidak mengoperasikan kendaraannya. Akibatnya, masyarakat umum dirugikan dengan aksi tersebut. Disinilah peran masyarakat, baik pengguna maupun penjual jasa sangat penting dalam perumusan kebijakan agar setelah kebijakan itu diputuskan dan dilaksanakan tidak menimbulkan gejolak yang merugikan semua pihak.

D.    KONSEKUENSI TIDAK AKTIFNYA MASYARAKAT DALAM PERUMUSAN DAN PELAKSANAAN KEBIJAKAN PUBLIK DI DAERAH
            Menurut pasal 11 UU No. 22 Tahun 1999, bidang pemerintahan yang wajib dilaksanakan oleh daerah kabupaten dan daerah kota meliputi bidang berikut, yakni:
1.      Pekerjaan umum
2.      Kesehatan
3.      Pendidikan dan kebudayaan
4.      Pertanian
5.      Perhubungan
6.      Industri dan perdagangan
7.      Penanaman modal
8.      Lingkungan hidup
9.      Pertanahan
10.   Koperasi
11.   Tenaga kerja
Bidang pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat adalah kewenangan dalam bidang berikut, yakni:
1.      Politik luar negeri
2.      Pertahanan keamanan
3.      Peradilan
4.      Moneter dan fiskal
5.      Agama dan kewenangan bidang lain
Seperti diuraikan di atas bahwa dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah, pemerintah daerah menetapkanperaturan daerah atas persetujuan DPRD sebagai penjabaran peraturan perundangan yang lebih tinggi. Peraturan daerah yang ditetapkan oleh kepala daerah DPRD tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan daerah lain, dan peraturan perundangan yang lebih tinggi. Untuk melaksanakan peraturan daerah, kepala daerah menetapkan keputusan kepala daerah. Keputusan kepala daerah tersebut tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundangan yang lebih tinggi, kepentingan umum, dan peraturan daerah.
Peraturan daerah dan keputusan kepala daerah yang bersifat mengatur diundangkan dengan menetapkannya dalam lembaran daerah. Hal ini sesuai dengan Pasal 73 Ayat (2) UU No. 22 Tahun 1999. Peraturan daerah dan keputusan kepala daerah termasukkebijakan publik, artinya peraturan daerah dan keputusan kepala daerah tersebut menyangkut dan diperuntunkan untuk orang banyak atas masyarakat luas. Karena kebijakan publik tersebut diperuntukannya untuk masyarakat luas, maka masyarakat wajib berperan serta dalam perumusan dan pelaksaan kebijakan tersebut.
Apabila kebijakan publik itu hanya dibuat oleh pemerintah tanpa melibatkan masyarakat dalam perumusan dan pelaksanaannya, kebijakan publik itu akan dapat menimbulkan dampak negatif, antara lain:
1.      Akan menimbulkan protes atau penolakan dari masyarakat
2.      Kebijakan tersebut tidak bisa dilaksanakan dengan baik
3.      Bisa menimbulkan kecemasan dan keresahan masyarakat
4.      Turunnya kewajiban pemerintah, serta
5.      Turunnya kepercayaan masyarakat pada pemerintah.
Oleh karena dampak negatifnya sangat luas bila masyarakat tidak aktif dalam perumusan dan pelaksanaan kebijakan publik, maka peran aktif dari masyarakat sangat dibutuhkan. Konsekuensi dari tidak aktifnya masyarakat dalam perumusan dan pelaksanaan kebijakan publik adalah sebagai berikut.
1.      Kebijakan publik yang dibuat pemerintah belum tentu sesuai dengan keinginan masyarakat.
2.      Kebijakan tersebut dapat dimanfaatkan oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab.
3.      Kebijakan tersebut dapat dipergunakan kepentingan kelompok atau golongannya.
4.      Kebijakan publik itu tidak hanya diperuntukkan untuk kepentingan masyarakat secara luas.
 Apabila hal ini yang terjadi, maka masyarakat sendiri yang akan rugi. Oleh karena itu, diperlukan partisipasi aktif masyarakat agar kebijakan yang diambil pemerintah sesuai dengan harapan masyarakat. Kita sebagai warga negara mempunyai tanggungjawab dan kewajiban turut serta mewujudkan kemajuan bangsa dan negara. Bentuk partisipasi tersebut dapat dilakukan dengan memberikan masukan kepada pemerintah dalam perumusan kebijakan publik dan mengontrol pelaksaan kebijakan publik.
Kontrol masyarakat atas pelaksanaan kebijakan publik sangat penting karena tanpa adanya kontrol dari masyarakat, kebijakan tersebut dapat dimanfaatkan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab yang hanya mengejar untuk kepentingan sendiri.
Masukan dari masyarakat sangat berharga bagi pemerintah. Daerah banyaknya masukan dari masyarakat maka pemerintah dapat menyaring dan memisahkan mana usulan atau saran yang hanya untuk perjuangan kepentingan kelompok atau golongan, mana yang bertujuan untuk kesejahteraan seluruh rakyat. Kita harus menghindari masuknya saran atau usul oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab, yang hanya mengejar kepentingan sendiri atau golongannya. Apabila hal ini terjadi maka pemerintah tidak dapat mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur bagi seluruh rakyat.
Dengan otonomi daerah maka perkembangan daerah sangat tergantung dari daerah masing-masing dalam merncanakan, mengelola, dan melaksanakan pembangunan. Partisipasi aktif masyarakat sangat dibutuhkan untuk memajukan daerah.
1.     Kehidupan masyarakat yang perlu dihindari
Dalam kehidupan masyarakat taat dan patuh terhadap peraturan sangat bermanfaat untuk menciptakan suasana aman, tenteram, terbit dan teratur dalam hidup bermasyarakat. Di mana ada masyarakat, di situ ada hukum atau peraturan. Peraturanlah yang mengatur agar hubungan antar sesama manusia dapat berjalan dengan tertib dan teratur, sehingga tidak ada anggota masyarakat yang berbuat sewenang-wenang terhadap orang lain.
Dalam rangka mewujudkan kesadaran terhadap peraturan yang berlaku, kita perlu menghindari sikap-sikap yang dapat mengganggu ketertiban masyarakat.
Adapun sikap yang perlu kita hindari adalah, sebagai berikut:
a.       Menutup diri dari pergaulan dan kegiatan masyarakat.
b.      Mengabaikan serta malanggar peraturan/hukum yang berlaku.
c.       Mendahulukan kepentingan pribadi/golongan daripada kepentingan umum.
d.      Anti terhadap program-program pembangunan nasional.
2.      Masyarakat yang tidak aktif dalam pelaksanaan kebijakan publik
Orang-orang yang tidak bertanggungjawab dapat memberi masukan atau usulan yang mementingkan golongan atau kelompoknya saja. Akibatnya, keadaan masyarakat yang penuh kedisiplinan, ketertiban, saling menghargai, dan saling menghormati tidak akan terjalin. Keadaan ini akan mudah dimanfaatkan oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab, sehingga akan mengganggu ketertiban masyarakat.
Faktor yang menyebabkan ketidakaktifan maupun ketidakmampuan masyarakat untuk berpartisipasi dalam melaksanakan kebijakan publik adalah, sebagai berikut:
a.    Kerawanan yang bersifat alamiah, yakni:
Kerawanan alamiah adalah kerawanan yang ada dalam masyarakat yang kondisinya lemah, sehingga dapat mengganggu kelangsungan hidup. Akibat dari kondisi yang lemah sangat rawan untuk dimanfaatkan dan disalahgunakan serta ditunggangi oleh kelompok-kelompok yang tidak bertanggung jawab.
Kerawanan yang bersifat alamiah itu, antara lain:
1)        Letak geografis Indonesia pada posisi silang antara dua benua dan dua samudra dan berbentuk negara kepulauan yang terdiri dari kurang lebih 13. 677 pulau. Hal ini memungkinkan banyak kejahatan yang terjadi, seperti penyelundupan, bajak laut, dan lain-lain.
2)        Kekayaan alam yang melimpah ruah, baik potensial maupun efektif memungkinkan timbulnya keinginan untuk memiliki dan menguasai.
3)        Keanekaragaman yang ada di Indonesia, baik suku, agama, adat-istiadat/budaya, bahasa, maupun mata pencaharian, memungkinkan timbulnya konflik masalah Suku, Agama, Ras, dan Antar Golongan (SARA).
b.    Kerawanan ketidakmampuan aparatur pemerintah, yakni:
Kerawanan yang disebabkan oleh ketidakmampuan dan kelemahan aparatur pemerintah dalam menjalankan pemerintahan dan dapat menyebabkan pelayanan kepada masyarakat kurang baik.
Kerawanan itu antara lain:
1)     Birokrasi yang panjang dan berbelit-belit.
2)     Belum mempergunakan administrasi yang didukung oleh data dan informasi yang akurat.
3)     Etos kerja, moral, dan mental yang kurang memadai.
4)     Aparat yang kurang aspiratif dapat melakukan penyelewengan dan KKN.
c.       Kerawanan akibat bertentangan dengan Pancasila
Kerawanan tersebut adalah kondisi lemah yang ada karena perbedaan ideologi Pancasila dengan ideologi atau kepentingan yang lain. Kalau kita tidak menyadari, suatu saat Ideologi bangsa kita yaitu Pancasila hanyalah sebatas kata-kata mutiara saja, tanpa kita hayati dan amalkan.
Hal ini disebabkan oleh:
1)        Belum membudayakan Pancasila sebagai satu-satunya asa dalam kehidupan bermasyarakat.
2)        Berbangsa dan bernegara yang memungkinkan terjadinya dalam perbedaan pandangan. Belum terwujudnya wawasan nusantara yang tangguh, ketahanan nasional yang kokoh, dan wawasan kebangsaan yang mantap.
3)        Dampak negatif globalisasi yang memungkinkan menyusupsnya paham liberalisme, sosialisme, komunis, dan paham yang lainnya yang bertentangandengan Pancasila.
Jadi dapat disimpulkan, apabila masyarakat tidak diajak untuk ikut berpartisipasi dalam pelaksanaan suatu kebijakan publik dapat berakibat, masyarakat tidak merasa memiliki suatu peraturan atau kebijakan publik. Akan lebih parah lagi, apalagi ada kelompok atau oknum yang melakukan provokasi untuk tidak mau melaksankan suatu kebijakan publik.
Akibat dari ketidakaktifan masyarakat dalam perumusan kebijakan publik, dapat melahirkan sebuah kebijakan yang tidak sesuai dengan keinginan dan kepentingan masyarakat. Untuk itu, perlu peran aktif dari masyarakat, agar suatu kebijakan yang dikeluarkan pemerintah mendapat dukungan dan dilaksanakan oleh seluruh masyarakat. Hal ini tentu dapat menciptakan kehidupan masyarakat yang tertib, dan teratur dalam melaksanakan suatu kebijakan publik.

3.      Usaha menjaga pelaksanaan kebijakan publik
Untuk menjaga agar penyusunan dan pelaksanaan kebijakan publik yang dibuat oleh pemerintah yang berwenang tetap berpihak kepada kepentingan masyarakat, maka masyarakat hendaknya bersikap aktif dalam mengikuti setiap perkembangan yang ada.
Cara mengikuti setiap perkembangan pelaksanaan kebijakan publik, antara lain:
a.       Mengikuti berita-berita melalui masmedia(televisi, radio, surat kabar, dan lai-lain).
b.      Menyampaikan aspirasi kepada wakil rakyat yang duduk di DPR maupun DPRD.
c.       Melaksanakan kebijakan publik penuh dengan tanggungjawab.
d.      Memberikan masukan yang berharga melalui surat pembaca di koran atau majalah.

Apabila masyarakat tidak diajak berpartisipasi dalam pelaksanaan suati kebijakan publik, dapat mengakibatkan masyarakat tidak merasa memiliki rencana pelaksanaan suatu usaha pemerintah. Hal ni akan lebih parah akibatnya, jika ada oknum salah satu anggota masyarakat yang melakukan suatu provokasi untuk menolak pelaksanaan suatu kebijakan publik itu.
Bahkan pernah terjadi demonstrasi dan pemogokan dari kalangan buruh di Indonesia, ketika DPR dan pemerintah hendak mengesahkan dan memberlakukan suatu peraturan perundangan Ketenagakerjaan yang dirasa tidak memihak kaum buruh, tetapi sangat menguntungkan kalangan pengusaha. Yang disebabkan karena pada saat menrencanakan dan merumuskan peraturan perundang-undangan tentang ketenagakerjaan tidak melibatkan kaum buruh atau organisasi serikat buruh yang ada, sehingga melakukan protes ketika akan diundangkan.
E.  PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH
Melalui otonomi daerah, maka daerah Kabupaten dan Kota diberi kewenangan yang lebih luas dalam pengelolaan potensi yang dimiliki masing – masing daerah. Pengelolaan potensi yang dimilikiantara lain kekayaan sumber daya alam yang ada serta potensi sumber daya manusia. Sehingga diharapkan dengan diberlakukkannya otonomi daerah akan terjadi peningkatan kesejahteraan masyarakat di daerahnya masing – masing dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Menurut UUD 1945 PASAL 18 dan Undang – undang nomor 32 tahun2004 tentang pemerrintahan daerah, negara indonesia menganut asas desentralisasi dalam pelaksanaan pemerintahan. Yang dimaksud desentralisasi  adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada Daerah Otonomi  dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pelimpahan wewenang kepada pemerintah semata – mata dimaksudkan untuk mencapai suatu pemerintahan  yang efisien.
Adapun tujuan desentralisasi :
a.       Mencegah adanya pemusatan keuangan di pemerintah pusat.
b.      Mengikutsertakan rakyat bertanggung – jawab terhadap penyelanggaraan pemerintahan.
Ketetapan MPR No. IV / MPR / 2000, yang isinya mengatur tentang rekomendasi kebijakan penyelenggaraan otonomi daerah, memperkuat kedudukan Undang – undang No. 32 tahun 2004, mengatur tentang pemerintahan daerah. Yang selanjutnya pemerintah daerah di beri hk untuk mengatur dan mengurusi rumah – tangga daerahnya sendiri yang disebut hak otonomi daerah.
Dalam ketetapan MPR Nomor IV / MPR / 2000, kebijakan otonomi daerah diarahkan untuk mencapai sasaran – sasaran yaitu  :
a.      Peningkatan pelayanan publik dan pengembangan kreativitas masyarakat serta apatur pemerintah di daerah otonomi.
b.     Hubungan yang sama antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
c.      Menjamin peningkatan rasa kebangsaan,demokrasi, dan kesejahteraan masyarakat.
d.     Menciptakan kemandirian daerah otonomi yang lebih luas.
Dengan pemberian hak otonomi bagi daerah merupakan upaya dari pemerintah untuk dapat menyeimbangkan pembangunan yang dilaksanakan di masing – masing daerah oleh pemerintah itu sendiri. Pemberian otonomi daerah sesuai dengan prinsip – prinsip demokrasi, pemerataaan pembangunan , keadilan dan potensi keanekaragaman daerah.
Otonomi daerah yang diatur dengan UU No. 22 Tahun 1999, pelaksanaanya lebih lanjut di atur dengan peraturan pemerintah, yaitu sebagai berikut.
1.      Peraturan pemerintah No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Pemerintah Propinsi sebagai Daerah Otonom.
2.      Peraturan pemerintah No. 84 Tahun 2000 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah
3.      Peraturan pemerintah No. 104  Tahun 2000 tentang Dana Perimbangan
4.      Peraturan pemerintah No. 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggung Jawaban Keuangan Daerah
5.      Peraturan pemerintah No. 106 Tahun 2000 tentang Pengelolaan Dan Pertanggung Jawaban Keuangan dalam Pelaksanaan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan
6.      Peraturan pemerintah No. 107 Tahun 2000 tentang Pinjaman Daerah.
Sebagai dampak atas penyelenggaraan otonomi daerah, masing-masing daerah diberikan kewenangan untuk menyusun rencana induk pelaksanaan otonomi daerahnya dengan mempertimbangkan, antara lain tahap-tahap pelaksanaan, keterbatasan kelembagaan, kapasitas, dan prasarana, serta system manajeman anggaran dan manajemen public. Pemberian wewenang otonomi daerah diserahkan melalui Badan Perwakilan Daerah masing-masing sehingga bentuk dan susunan pemerintahan daerah adalah sebagai berikut.
1.      Tingkat Propinsi atau Kabupaten
a.       Di daerah dibentuk Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagai badan legislative dan pemerintah daerah sebagai badan eksekutif daerah.
b.      Pemerintah Daerah terdiridari kepala daerah beserta perangkat daerah lainnya.
Kedudukan Dewan Pewakilan Rakyat Daerah adalah sebagai berikut.
a.       Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagai lembaga perwakilan rakyat di daerahmerupakan wahana melaksanakan demokrasi berdasarkan Pancasila (Pasal 16 ayat 1 UU Nomor 22 Tahun 1999).
b.      Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagai badan legislative di daerah berkedudukan sejajar dan menjadi mitra dari pemerintah daerah (Pasal 16 ayat 2 UU Nomor 22 Tahun 1999).
Alat kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Pasal 17 ayat 2 UU Nomor 22 Tahun 1999) adalah sebagai berikut.
a.       Pimpinan
b.      Komisi-komisi
c.       Panitia-panitia
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah mempunyai tugas dan wewenang (Pasal 18 ayat 1 UU Nomor 22 Tahun 1999) sebagai berikut.
a.       Memilih gubernur / wakil gubernur, bupati / wakil bupati, dan walikota / wakil walikota.
b.      Memilih anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat utusan daerah.
c.       Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian gubernur / wakil gubernur, bupati / wakil bupati, dan walikota / wakil walikota.
d.      Bersama dengan gubernur, bupati, atau walikota membentuk peraturan daerah.
e.       Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah, peraturan perundangan lainnya, pelaksanaan keputusan gubernur, bupati, dan walikota, pelaksanaan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah, Kebijakkan pemerintah daerah, pelaksanaan kerjasama internasional di daerah.
f.       Menampung dan menindaklanjuti aspirasi daerah dan masyarakat.

2.      Tingkat Desa, Kelurahan, dan Kecamatan
Penyelenggaran otonomi daerahdalam bidang pemerintahan bukan hanyadiberikan pada tingkat provinsi atau kabupaten, melainkan sampai tingkat desa. Di desa dibentuk pemerintahan desa dan badan perwakilan desa yang merupakan pemerintahan desa (Berdasarkan UU Nomor 22 Tahun 1999). Badan perwakilan desa memiliki fungsi, yaitu:
a.       Mengayomi adat istiadat
b.      Membuat peraturan desa
c.       Menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat, serta
d.      Melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan desa.

Hak dan Kewajiban  Daerah Dalam Otonomi Daerah
Dalam menyelenggarakan otonomi, daerah mempunyai hak :
a.       Mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya.
b.      Memilih pemimpin daerah
c.       Mengelola aparatur daerah
d.      Mengelola kekeyaan daerah
e.       Memugut pajak daerah dan retribusi  daerah
f.       Mendapatkan bagi hasil dan  pengelolaaan sumber daya alam dan sumber daya lainnya yang berada di daerah
g.      Mendapatkan sumber  sumber pendapatan lain yang sah
h.      Mendapatkan hak lainnya yang di atur dalam peraturan perundang – undangan
Selain memiliki hak, daerah otonomi juga memiliki kewajiban – kewajiban yang harus dilaksanakan. Adapun kewajiban itu adalah :
a.       Melindungi masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan dan kerukunan nasional, serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
b.      Meningkatkan kwalitas kehidupan masyarakat
c.       Mengembangkan kehidupan demokrasi
d.      Mewujudkan keadilan dan pemerataan
e.       Mmenyadiakan meningkatkan pelayanan dasar pendidikan
f.       Menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan
g.      Menyediakan fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak
h.      Mengembangkan sistem jaminan sosial
i.        Menyusun perencanaan dan tata ruang daerah
j.        Mengembangkan sumber daya produktif di daerah
k.      Melestarikan lingkungan hidup
l.        Mengelola administrasi kependudukan
m.    Melestarikan nilai sosial budaya
n.      Membentuk dan menerapkan peraturan perundang-undangan.
o.      Kewajiban lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
p.      
F. LANGKAH-LANGKAH AKTIF DALAM MEMECAHKAN MASALAH-MASALAH BERKENAAN DENGAN PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH
 Banyak masalah yang timbul berkaitan dengan pelaksanaan otonomi daerah. Di antara masalah yang timbul adalah pemilihan kepala daerah, peningkatan PAD (Pendapatan Asli Daearh), mobilisasi PNS, dan meningkatnya KKN.
1.      Pemilihan Kepala Daerah
 Pemilihan kepala daerah sering menimbulkan kerawanan karena adanya sikap-sikap arogan yang dilakukan oleh pendukung calon  belum dewasa dalam berdemokrasi. Sebagai masyarakat belum siap menerima kekalahan dalam suatu pemilihan kepala daerah sehingga masih sering muncul keributan yang dapat menyulut perpecahan dalam masyarakat.
Untuk menghindari adanya sifat arogansi masyarakat maka diperlukan pendidikan politik bagi masyarakat. Para elit politik hendaknya tidak menjadi provokator, tetapi memberikan contoh berdemokrasi yang benar.
2.      Usaha Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Dengan berlakunya otonomi daerah , maka daerah seakan berlomba untuk menggali potensinya demi peningkatan pendapatan asli daera. Bagi daerah yang kaya akan sumberdaya alam akan mudah mendapatkan PAD, tetapi bagi daerah yang miskain akan sumberdaya alam  akan sulit meningkatkan pendapatan dearah. Daerah itu akan terus tertinggal dengan daerah lain karena kemampuan untuk membiayai pembangunan sangat terbatas. Apabila hal ini berjalan terus maka tidak mungkin akan terjadi kesenjangan yang jauh antara daerah yang kaya dan daerah yang miskin sumber daya alam.
Daerah dapat ditingkatkan antara lain dengan menaikan pajak daerah , retribusi daerah, dan meningkatkan pendapatan perusahaan daerah, seperti PDAM, Bank pasar, dan sebagainya.
3.      Mobilisasi PNS
Perpindahan pegawai negeri dari daerah satu kedaerah lainnya sekarang ini dirasakan sangat sulit. Sulitnya perpindahan PNS antar daerah akan membawa permasalahan pada pemerataan sumber daya manusia. Daerah- daerah yang memiliki pegawai yang sumber daya manusianya berkualitas tidak akan mengijinkan pegawainya pindah kedaerah lain. Hal ini akan dapat mendorong timbulnya sikap daerahisme yang akhirnya akan melunturkan wawasan kebangsaan.
Minimnya rekrutmen calon PNS oleh daerah dengan alasan tidak mampu memberikan gaji setiap bulannya. Upaya yang dilakukan pemerintah antara lain pengangkatan guru kontrak dan pegawai kontrak.
4.      Meningkatnya  Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme (KKN)
Meningkatnya kewenangan yang di berikan pada daerah yang mendorong munculnya kolusi,korupsi dan nepotisme, seperti meningkatnya anggaran –anggaran dewan, penumpukan fasilitas penjabat, penyimpangan APBD  (Anggaran Pendapatan Belanja  Daerah), dan sebagainya. Praktik-praktik KKN yang muncul apabila tidak disikapi oleh aparat penegak hukum maka pelaksanaan otonomi daerah hanya dinikmati oleh oknum-oknum tertentu yang mementingkan kepentingan sendiri dan golongannya.
Masyarakat perlu berperan aktif dalam memecahkan permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan otonomi daerah. Peran aktif tersebut dapat dilakukan dengan cara berikut ini yakni :
a)      Melaporkan penjabat daerah yang sewenang-wenang pada rakyat,
b)      Melaporkan penjabat daerah yang melaksanakan KKN,
c)      Memberikan masukan kepada peerintahdalam perencanaan pembangunan,
d)     Membantu memberantas kemiskinan, keterbelakangan, dan kebodohan, serta
e)      Membantu meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

Langkah-langkah Memecahkan Masalah Berkenaan dengan Pelaksanaan Otonomi Daerah:
1.      Sebagai Warga negara Indonesia
Menurut UUD 1945 pasal 26 ayat 1, yang menjadi warga negara ialah orang-orang Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara. Orang-orang bangsa lain yang dimaksud adalah warga negara Indonesia keturunan asing yang mempunyai kedudukan yang sama dalam hukum dan pemerintahan serta tidak dibedakan dalam pengakuan hak dan kewajiban sebagai warga negara. Sedangkan rakyat suatu negara meliputi semua penduduk dan warga negara yang bertempat tinggal dalam suatu negara dan taat pada hukum yang berlaku.
Pemerintah telah mengatur kehidupan setiap warga negara, maka diperlukan suatu peraturan yang bertujuan untuk membuat kehidupan warga negaranya menjadi lebih baik. Berhasil tidaknya pemerintah melaksanakan peraturan tergantung dari sikap warga negara untuk menjalankan peraturan tersebut. Setiap warga negara mempunyai hak untuk menyampaikan aspirasinya kepada pemerintah melalui lembaga penyalur aspirasi yang kita kenal yaitu lembaga legislatif. Bahkan diharapkan dari warga negara untuk ikut serta berpartisipasi dalam perumusan kebijakan pemerintah yang berhubungan dengan kepentingan warga negaranya. Dengan berpartisipasi aktif dalam setiap pembuatan kebijakan, maka sudah barang tentu warga negara akan selalu mendukung kebijakan pemerintah yang dikeluarkan untuk mengatur kepentingan warga negara.
2.      Pembinaan dan Pengawasan serta Langkah Strategis
Yang dimaksud dengan pembinaan adalah lebih ditekankan pada memfasilitasi dalam upaya penyelengaraan Otonomi Daerah, sedangkan pengawasan lebih ditekankan pada pengawasan represif untuk lebih memberikan kebebasan kepada daerah otonomi dalam mengambil keputusan serta memberikan peran kepada DPRD dalam mewujudkan fungsinya sebagai badan terhadap pelaksanaan otonomi daerah. Karena itu, peraturan daerah yang ditetapkan daerah otonom tidak memerlukan pengesahan terlebih dahulu oleh pejabat yang berwenang.
Penyelenggaraan pemerintah daerah mewujudkan berbagai langkah telah ditempuh oleh pemerintah pusat dalam rangka percepatan desentralisasi, antara lain:
a.       Pembentukan Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD)
b.      Berbagai langkah-langkah pengaturan dengan menetapkan Keppres dan peraturan pemerintah, baik dengan keputusan Menteri sebagai tindak lanjut Undang-Undang N0. 32 tahun 2004.
c.       Penataan kewenangan antara Pusat, Provinsi dan Kabupaten atau Kota.
d.      Penataan personil sesuai dengan struktur kelembagaan yang telah ditata kembali.
e.       Pengembangan kapasitas daerah.
3.         Langkah aktif dalam memecahkan masalah berkenaan dengan pelaksanaan otonomi daerah
Dengan diberlakukan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004, tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004, tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, maka memberi peluang bagi setiap pemerintah daerah yang telah mendapat hak otonomi daerah untuk melaksanakan perencanaan pembangunan bagi daerahnya sendiri seiring dengan pelaksanaan otonomi daerah.
Pelaksanaan pembangunan dan penyelenggaraan tugas pemerintah di daerah membutuhkan anggaran yang tidak sedikit. Maka dibutuhkan perencanaan anggaran untuk menyelenggaraan tugas-tugas pemerintah otonomi dan pembiayaan yang lain disebut Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Badan anggaran pendapatan dan belanja daerah diambilkan dari sumber pendapatan daerah.
Adapun sumber pendapatan daerah terdiri atas:
a.      Pendapatan asli daerah yang disingkat PAD, yang meliputi:
1)        Hasil dari pajak daerah.
2)        Hasil dari retribusi daerah.
3)        Hasil dari perusahaan milik daerah & hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan;
4)        Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.
5)        Dana perimbangan.
b.      Dana perimbangan
c.       Lain-lain pendapatan
Menurut undang-undang nomor 33 tahun 2004, tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah dan ditegaskan pada Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004, tentang Pemerintah Daerah bahwa setiap pemerintah otonomi daerah mendapatkan dana perimbangan yang telah dianggarkan melalui  anggaran pendapatandan belanja negara (APBN). Dana perimbangan yang diberikan kepada pemerintah daerah otonomi tidak sama, besar kecilnya dana perimbangan ditentukan besar kecilnya pemasukan kepada
Yang dimaksud dengan dana perimbangan terdiri atas:
a.       Dana bagi hasil
b.      Dana alokasi umum (berasal dari APBN)
c.       Dana alokasi khusus.



















Lampiran Soal
1.      Peraturan daerah dan keputusan kepala daerah mempunyai kekuatan hokum dan mengikat setelah diundangkan dalam . . . .
a.       Rapat Paripurna DPRD
b.      Media cetak
c.       Lembaran Negara
d.      Lembaran daerah
2.      Kewenangan pemerintah dan kewenangan provinsi sebagai daerah otonom diatur dalam. . . .
a.       Peraturan Pemerintah RI Nomor 22 Tahun 2000
b.      Peraturan Pemerintah RI Nomor 23 Tahun 2000
c.       Peraturan Pemerintah RI Nomor 24 Tahun 2000
d.      Peraturan Pemerintah RI Nomor 25 Tahun 2000
3.      Berikut ini yang bukan badan legislatif daerah adalah. . . .
a.       DPR
b.      DPRD provinsi
c.       DPRD kabupaten/kota
d.      BPD
4.      Tujuan pemerintah Negara Indonesia terdapat dalam . . . .
a.       Penjelasan UUD 1945
b.      Batang Tubuh UUD 1945
c.       Pasal-pasal UUD 1945
d.      Pembukaan UUD 1945
5.      Berikut ini adalah kewenangan provinsi di bidang sosial, kecuali . . . .
a.       Mendukung upaya pengembangan pelayanan social
b.      Penetapan pedoman penyuluhan dan kampanye kesehatan
c.       Pengawasan pelaksanaan penempatan bekerja social profesional dan fungsional  panti sosial swasta
d.      Mendukung pelestarian nilai-nilai kepahlawanan, kepemerintahan dan kejuangan, serta nilai-nilai kesetiakawanan social.
6.      Tujuan peletakan kewenangan dalam penyelenggaraan otonomi daerah, antara lain sebagai berikut, kecuali. . . .
a.       Desentralisasi
b.      Demokratisasi
c.       Pemerataan
d.      Keadilan
7.      Hakekat otonomi daerah sesuai era reformasi. . . /
a.       Kewenangan daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan di bidang tertentu secara nyata
b.      Kewenangan daerah otonomi untuk mengatur & mengurus kepentingan masyarakat setempat
c.       Kewenangan daerah otonomi yang mencakup kewenangan semua bidang pemerintahan saja.
d.      Kewenangan daerah sebagai konsekuensi pemberian hak kepada daerah dan wujud tugasnya.
8.      Penyelenggaraan pemerintah daerah diatur dalam UUD 1945 pada. . . .
a.       Pasal 17 UUD 1945
b.      Pasal 18 UUD 1945
c.       Pasal 19 UUD 1945
d.      Pasal 20 UUD 1945
9.      Berikut bukan merupakan hak oyonomi daerah untuk meningkatkan peranan dan fungsi Badan Legislatif daerah atau DPRD, adalah. . . .
a.       Bersama-sama Presiden membuat undang-undang
b.      Mengawasi penyelenggaraan pemerintah daerah
c.       Memilih dan melantik kepala daerah
d.      Membawa aspirasi dari masyarakat
10.  Pengetian dar kewenangan otonomi lua adalah keleluasaan daerah untuk  a  mencakup kewenangan bidang pemerintahan , kecuali. . . .
a.       Kewenangan bidang politik  luar negeri, hankam, peradilan
b.      Keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan kewenangan pemerintahan di bidang ttertentu yang secara nyata dan diperlukan secara tumbuh, hidup dan berkembang di daerah
c.       Kewenangan daerah untuk mengatur kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan
d.      Kewenangan kepada daerah dalam wujud  Tugas dan kewajiban yang harus dipikul oleh daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi, berupa peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat















KUNCI JAWABAN
1.      A
2.      A
3.      D
4.      C
5.      C
6.      D
7.      B
8.      B
9.      A
10.  A

Jelaskan empat Pokok Pikiran Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945?

Jelaskan empat Pokok Pikiran Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945?

1. Pokok pikiran pertama: Negara melindungi segenap bangsa Indonesia
dan seluruh tumpah darah Indonesia dengan berdasar atas persatuan
(pokok pikiran persatuan).
Pokok pikiran ini menegaskan bahwa dalam Pembukaan diterima aliran negara persatuan. Negara yang melindungi dan meliputi segenap bangsa danseluruh wilayahnya. Dengan demikian negara mengatasi segala macam faham golongan, faham individualistik. Negara menurut pengertian Pembukaan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menghendaki persatuan. Dengan kata lain, penyelenggara negara dan setiap warga negara wajib mengutamakan kepentingan negara di atas kepentingan golongan atau individu. Pokok pikiran ini merupakan penjabaran dari sila ketiga Pancasila.


2. Pokok pikiran kedua: Negara hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (pokok pikiran keadilan sosial).
Pokok pikiran ini menempatkan suatu tujuan atau cita-cita yang ingin di capai dalam Pembukaan, dan merupakan suatu kausa finalis (sebab tujuan), sehingga dapat menentukan jalan serta aturan yang harus dilaksanakan dalam Undang-Undang Dasar untuk sampai pada tujuan tersebut dengan modal persatuan. Ini merupakan pokok pikiran keadilan sosial yang didasarkan kepada kesadaran bahwa manusia mempunyai hak hak dan kewajiban dalam kehidupan masyarakat. Pokok pikiran ini merupakan penjabaran sila kelima Pancasila.


3. Pokok pikiran ketiga: Negara yang berkedaulatan rakyat, berdasarkan atas kerakyatan dan permusyawaratan/perwakilan (pokok pikiran kedaulatan rakyat).
Pokok pikiran ini mengandung konsekuensi logis bahwa sistem negara yang terbentuk dalam Undang-Undang Dasar harus berdasarkan atas kedaulatan rakyat dan permusyawaratan/perwakilan. Aliran ini sesuai dengan sifat masyarakat Indonesia, yang selalu mengedapankan asas musyawarah untuk mufakat dalam menyelesaikan suatu persoalan. Ini merupakan pokok pikiran kedaulatan rakyat, yang menyatakan bahwa kedaulatan di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Pokok pikiran inilah yang merupakan dasar politik negara. Pokok pikiran ini merupakan penjabaran sila keempat Pancasila


4. Pokok pikiran keempat: Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab (pokok pikiran Ketuhanan).
Pokok pikiran ini mengandung konsekuensi logis bahwa Undang-Undang Dasar harus mengandung isi yang mewajibkan pemerintah dan penyelenggara negara lainnya untuk memelihara budi pekerti kemanusian yang luhur. Hal ini menegaskan bahwa pokok pikiran Ketuhanan Yang Maha Esa mengandung pengertian taqwa kepada Tuhan Yang Maha esa, dan pokok pikiran kemanusian yang adil dan beradab mengandung pengertian menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia atau nilai kemanusian yang luhur. Pokok pikiran keempat ini merupakan dasar moral negara yang pada hakikatnya merupakan suatu penjabaran dari sila pertama dan sila kedua Pancasila

Penyimpangan pada Masa Demokrasi Terpimpin Terhadap Pancasila

Penyimpangan pada Masa Demokrasi Terpimpin Terhadap Pancasila

Negara Republik Indonesia menerapkan dan menggunakan demokrasi terpimpin dari tahun 1959 – 1966. Masa demokrasi terpimpin berawal dari dikeluarkannya Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959 dan berakhir ketika SUPERSEMAR pada tanggal 11 Maret 1966 diterbitkan. Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 ini dicetuskan oleh presiden pada masa itu yakni Presiden Soekarno. Adapun isi Dekrit Presiden 5 Juli 1959, antara lain :

pembubaran konstituante
tidak berlakunya UUDS 1950 dan berlakunya kembali UUD 1945
pembentukan MPRS dan DPAS

Pada mulanya demokrasi terpimpin ini dicetuskan sebagai pengganti dari sistem demokrasi liberal yang semakin carut marut masa itu. Hal inilah yang menjadi alasan Presiden Soekarno memutuskan untuk mengganti sistem demokrasi liberal dengan demokrasi terpimpin.

Bentuk Penyimpangan yang Terjadi Masa Demokrasi Terpimpin (1959 – 1966)

Pada penerapannya, sistem demokrasi terpimpin melakukan berbagai  bentuk penyimpangan. Penyimpangan tersebut tidak hanya berlaku dalam satu bidang saja tetapi dalam berbagai bidang. Bahkan sudah menyimpang dari Pancasila dan UUD 1945 yang merupakan dasar hukum dan ideologi negara. Adapun Penyimpangan pada Masa Demokrasi Terpimpin, adalah sebagai berikut :

Kedudukan Presiden

Jika melihat isi dari UUD 1945 disebutkan bahwa kedudukan seorang presiden sebagai kepala negara berada dibawah kekuasaan MPR. Namun pada kenyataan yang terjadi di lapangan justru sebaliknya. Pada masa demokrasi terpimpin ini kekuasaan presiden yang bertindak sebagai eksekutif berada lebih tinggi daripada kekuasaan legislatif yakni MPR. MPR harus patuh terhadap segala keputusan dan kebijakan yang diambil oleh presiden.

Tidak hanya itu saja, presiden bahkan mendikte setiap kebijakan dan keputusan yang akan diambil oleh MPR. Kekuasaan presiden pada masa demokrasi ini kekuasaan yang terpusat dan tidak terbatas. Kekuasaan presiden tidak memiliki batasan dalam satu atau dua bidang saja, namun presiden berhak menentukan kebijakan dan peraturan menyangkut berbagai aspek kehidupan bernegara.

Pembentukan MPRS

Di dalam naskah Undang Undang Dasar 1945 tertulis jelas bahwa pemimpin dan anggota MPR sebagai lembaga perwakilan rakyat harus dipilih langsung oleh rakyat melalui penyelenggaraan pemilihan umum (pemilu). Namun yang terjadi adalah sebaliknya, pemimpin dan anggota MPRS dipilih secara pribadi oleh presiden tanpa bertanya kepada rakyat maupun pemilihan umum.

Ditambah lagi orang-orang pilihan dari presiden tersebut hanyalah seorang menteri biasa yang bahkan bukan pemimpin dari suatu departemen. Adapun pertimbangan dan syarat yang diajukan oleh presiden untuk pengangkatan para wakil tersebut adalah “setuju kembali kepada UUD 1945, setia kepada perjuangan Republik Indonesia, dan setuju pada manifesto politik”. Atau pemahaman secara sederhana bahwa orang-orang tersebut dipilih karena berjanji akan setia dan menuruti semua yang diperintahkan oleh presiden.

Pembentukan DPR GR

Penyimpangan yang berikutnya terjadi adalah pembubaran Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang merupakan hasil pemilu pada tahun 1955 oleh Presiden Soekarno. Adapun alasan dari pembubaran DPR ini adalah karena telah berani menolak RAPBN yang diajukan oleh lembaga dibawah kendali presiden. Tak cukup sampai disitu saja, dengan dibubarkannya DPR maka presiden membentuk sebuah lembaga baru yang diberi nama Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR GR).

Semua anggota DPR GR dipilih secara pribadi oleh presiden tanpa pemilihan umum. Serta segala kebijakan dan keputusan yang diambil oleh DPR GR haruslah lulus persetujuan atau ketentuan dari presiden. Kejadian ini tentu saja sangat bertentangan dengan dasar hukum negara Indonesia yakni Undang Undang Dasar 1945. Dalam UUD 1945 disebutkan bahwa presiden tidak berwenang dan tidak dapat membubarkan DPR karena pada prinsipnya kekuasaan DPR sebagai lembaga legislatif lebih tinggi daripada kekuasaan presiden sebagai lembaga eksekutif.

Pembentukan DPAS

Melalui Penetapan Presiden No. 3 tahun 1959, presiden membentuk Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS). Adapun tugas dari lembaga bentukan dari presiden DPAS ini adalah memberi jawaban untuk setiap pertanyaan yang diajukan oleh presiden dan mengajukan usulan kepada pemerintah. Lembaga DPAS ini terdiri dari 1 orang wakil ketua, 12 orang wakil politik, 8 orang utusan daerah, dan 24 orang wakil golongan.

Sebagai bentuk dari pengabdiannya kepada presiden, DPAS memberikan usul dengan keputusan suara bulat agar pidato presiden pada perayaan hari kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1959 yang berjudul “Penemuan Kembali Revolusi Kita” atau yang lebih dikenal dengan sebuatan Manifesto Politik Republik Indonesia (Manipol) ditetapkan sebagai Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang kemudian disahkan melalui Penpres No. 1 tahun 1960. (Baca juga : kebersihan lingkungan sekolah)

Pembentukan Front Nasional

Front nasional adalah suatu organisasi massa dengan misi yakni memperjuangkan cita-cita proklamasi dan cita-cita yang terkandung dalam UUD 1945. Tujuan dibentuknya front nasional yakni untuk menyatukan segala bentuk potensi nasional yang ada menjadi sebuah kekuatan yang bermanfaat untuk menyukseskan pembangunan negara. Front ini didirikan masih pada tahun 1959 melalui Penetapan Presiden No. 13 tahun 1959 dan dipimpin langsung oleh presiden Soekarno.

Adapun tugas utama dari front nasional ini, antara lain :

menyelesaikan revolusi nasional
melaksanakan pembangunan
mengembalikan Irian Barat

Pembentukan Kabinet Kerja

Kabinet kerja yang dimaksudkan adalah jajaran para menteri yang bertugas membantu presiden dalam menjalankan suatu pemerintahan. Pada tanggal 9 Juli 1959, Presiden Soekarno mengangkat Ketua MPRS dan DPR GR sebagai jajaran menteri yang membantunya.

Dengan pengangkatan ketua MPRS dan DPR GR menjadi anggota jajaran menteri, berarti presiden telah mencoreng profesi kehormatan dari MPRS dan DPR GR sebagai lembaga legislatif dengan mencampur adukkan antara kekuasaan lembaga eksekutif dan legislatif. Hal ini jelas sangat bertentangan dengan UUD 1945 yang menyatakan bahwa kekuasaan legislatif lebih tinggi daripada kekuasaan eksekutif.

Keterlibatan PKI dalam Ajaran Nasakom

Nasionalis, Agama dan Komunis atau Nasakom adalah suatu paham yang berasal dari berbagai golongan masyarakat Indonesia. Presiden Soekarno membentuk ajaran ini dengan tujuan untuk mempersatukan bangsa yakni dengan cara menyatukan segala perbedaan paham yang terjadi di masyarakat menjadi satu pemahaman bersama. Presiden memiliki pendapat bahwa dengan adanya ajaran Nasakom ini maka akan terwujud persatuan dan kesatuan bangsa seutuhnya. Namun tentu saja hal ini ditentang oleh beberapa golongan masyarakat yakni golongan cendekiawan dan ABRI.

Hal ini karena, dikeluarkannya ajaran Nasakom ini oleh presiden sebenarnya adalah untuk memperkuat kedudukan presiden sebagai pemegang kekuasaan yang tak terbatas. Kemudian PKI memanfaatkan ajaran Nasakom ini untuk menggeser kedudukan Pancasila dan UUD 1945 dengan paham komunis, dengan pernyataan diri sebagai barisan terdepan sebagai pembela Nasakom. PKI pun akhirnya berhasil meyakinkan presiden Soekarno untuk bergantung kepada PKI dalam menghadapi TNI.

Muncul Ajaran RESOPIM

Revolusi, Sosialisme Indonesia dan Pimpinan Nasional atau RESOPIM adalahh suatu ajaran yang tujuannya masih sama dengan lembaga bentukan lainnya yakni untuk memperkuat kedudukan presiden sebagai pemangku kekuasaan tertinggi negara. Ajaran RESOPIM dicetuskan pada peringatan proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-16. Adapun inti ajaran RESOPIM adalah “bahwa seluruh unsur kehidupan berbangsa dan bernegara harus dicapai melalui revolusi, dijiwai oleh sosialisme, dan dikendalikan oleh satu pimpinan nasional yang disebut Panglima Besar Revolusi (PBR).

Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI)

Pada masa demokrasi terpimpin terjadi suatu penyatuan kelembagaan dan keanggotaan antara TNI dan Polri. TNI dan Polri disatukan menjadi satu lembaga yang kemudian diberi nama Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI). ABRI ini dibagi menjadi 4 angkatan yakni : TNI Angkatan Udara, TNI Angkatan DaraT, TNI Angkatan Laut dan Angkatan Kepolisian. Setiap angkatan dipimpin oleh seorang Menteri Panglima, dimana kedudukannya berada dibawah kekuasaan presiden.

Kehidupan Partai Politik

Berdasarkan Penpres No. 7 tahun 1959, kedudukan partai dibatasi atau dikenal dengan kebijakan penyederhanaan partai. Masing-masing partai harus memenuhi syarat yang ditentukan oleh presiden agar partai tersebut dapat terus beroperasi, yang salah satunya yakni jumlah anggota. Hal ini dibuktikan dengan pembubaran yang dilakukan oleh Presiden Soekarno terhadap 2 partai yakni Masyumi dan Partai Sosialis Indonesia (PSI) pada tanggal 1960. Adapun alasan dua partai ini dibubarkan adalah karena beberapa anggotanya terlibat dalam pemberontakan PRRI dan Permesta.